Selasa, 05 Juli 2011

pembisik ghaib

Banyak orang yang mengaku telah mendapatkan wahyu atau suatu amanah tertentu. Padahal, belum tentu kegaiban yang mereka alami itu sebagai suatu kebenaran. Waspadalah, banyak pembisik gaib yang menyesatkan ummat manusia dari akidahnya…!

Akhir-akhir ini marak sekali bermunculan aliran-aliran yang sifatnya sesat dan menyesatkan. Terjadinya penyimpangan ini sudah barang tentu dipelopori oleh orang-orang yang mengaku telah mendapatkan bisikan gaib, atau semacam wahyu, yang diyakininya dari malaikat Jibril, atau sumber-sumber lain yang sifatnya tak kasat mata. Fenomena inilah yang kemudian diklaim sebagai bentuk pengangkatan atau pentasbihan orang-orang terkait sebagai nabi, ruhul kudus, atau titisan dari tokoh-tokoh tertentu semacam Bung Karno.

Tanpa keimanan, ilmu yang memadai, serta tanpa saringan informasin yang benar, maka orang-orang murtad itu akan dengan mudah menyeret banyak menjadi korban kemurtadan mereka. Orang-orang seperti ini selalu mengaku benar menurut dirinya sendiri tanpa berpikir akibatnya, atau kurangnya berpedoman pada hukum serta ajaran agama. Wabil khusus risalah yang telah dibawa oleh Baginda Rasulullah SAW, yaitu Al-Quran dan Hadits, disamping juga kaidah yang terkandung di dalamnya.Imam Ibnu Atho Illah berkata, “Orang yang paling patut dijauhi adalah mereka yang mengaku dirinya ulama, ahli kitab, ahli dakwah, ahli hukum dan mengaku sebagai pengayom umat, namun ilmu dan pemahaman Islamnya selalu memakai khayali (logika semata), dan bukan berpegang pada hukum kitabullah, maka orang seperti itu lebih sangat ditakutkan daripada Dajjal.”

Lanjutnya pula, “Tidak dibenarkan orang yang mengaku dirinya nabi, (secara keseluruhan ) mengaku sebagai titisan, penyampai wahyu, pemegang hujjah dari para malaikat dan lainnya, kecuali orang orang seperti ini tak lain dan tak bukan adalah generasi penerus Dajjal yang dilaknat.”

Nah, sebagai pemahaman lebih luas, kitab Khomsinal Aqoid menjelaskan secara panjang lebar, di antaranya seputar “kelembutan bujuk rayu setan” sebagai sang pembisik gaib.

Setan adalah mahkluk yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai pembawa mudilun atau kerusakan bagi umat manusia. Mereka tercipta dari keturunan api lewat silsilah iblis yang dilaknat. Dengan kelebihannya, setan yang ditangguhkan ajalnya sampai akhir zaman senantiasa banyak membawa kemurtadan bagi umat manusia lewat kelembutan dan bujuk rayunya.

Seperti apakah bujuk rayu yang banyak diterapkan untuk menjebloskan umat manusia itu?
Dalam pembedaran kitab Tibyanil Asmaul Husna diterangkan, bahwasannya bangsa setan seringkali menyesatkan makhluk yang berakal dengan cara pembodohan, yakni lewat media mimpi dan iming-iming amanat yang menggiurkan bagi anak manusia. Sebagai contoh, penjelmaan yang diterapkan dalam makna mimpi yang mengamanatkan pada seseorang menjadi satrio piningit, titisan Bung Karno, pemegang harta karun, dan berbagai gelar dari salah satu tokoh legendaris yang pernah ada di belahan jagat raya. Termasuk juga sebagai nabi atau pengemban amanat wahyu dari Jibril.

Cara tipu daya setan seperti ini memang terbuti sangat jitu mempengaruhu orang-orang yang kurang bisa memahami arti keyakinan dan akidah ketauhidan. Mereka hanya melalap habis segala isyaroh atau mimpi yang diterimanya tanpa terlebih dahulu melakukan penelaahan benar atau tidaknya berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan, khususnya risalah keagamaan.

Rupanya, bukan hanya sampai disini para wadyabala setan membisiki dan merayu umat manusia. Mereka juga kerap membikin terlena dengan perangkap halusnya, sehingga jiwa orang-orang yang menjadi sasarannya haus akan kebanggaan semu lewat iming-iming yang menyatakan bahwa, seakan-akan mereka adalah orang yang telah ditunjuk sebagai titisan, pemegang wahyu, pembuka harta gaib, dan lain sebagainya.

Nah, orang-orang yang pikirannya telah dicekoki oleh bangsa setan ini pada akhirnya akan berupaya mengambil suatu peranan penting, yang membawa diri mereka seolah paling sakti dan benar menurut ukutan dirinya sendiri. Pada puncak hayalannya nanti, orang-orang seperti ini akan melahirkan banyak hujjah yang sangat menyimpang dari ajaran yang normative, khususnya yang bersinggungan dengan akidah Islam.

Bila sudah seperti ini kejadiannya, maka segala kewajiban yang menyangkut sanak saudara serta keluarga dari orang-orang tersebut akan ditinggalkan. Lewat jaringan tertentu, nama besar serta kedudukannya akan terus dicari. Berbagai pengikut bodoh akan terus direkrut sebagai tameng dirinya , dan ajaran sesat pun mulai dibuka secara transparans.

Waspadalah! Kita sebagai umat Muhammad SAW jangan sampai terpedaya dengan segala tipu muslihat orang-orang semacam itu, apalagi dijadikan sebagai tameng dirinya. Karena itu, perbanyaklah pengetahuan agama, sehingga dengan keluasan ilmu kita akan banyak membantu diri kita, khususnya dalam memelihara jalan hidup yang benar.

ada hakikatnya ilmu adalah satu, yaitu diciptakan oleh Allah SWT , sebagai wasilah hidup dalam suatu pemahaman. Dan penimbaan ilmu yang bermanfaat, penuh magfiroh, syafakoh dan derajat dunia akherat, patut menjadi tujuan hidup kita selaku ummat yang beragama.

Sebagai bahan perenungan, berikut ini kami nukilkan satu kisah dari Waliyullah Quthbul Ghoist, Syekh Abdul Qodir Al Jailani…:
Kala itu sang Waliyullah baru saja menerima derajat tertinggi sebagai raja Waliyullah sedunia. Ketika Syekh sedang menyendiri dengan kekhusyukannya di salah satu areal gunung Tursina, datanglah kepadanya seorang pemuda tampan rupawan.

“Wahai Waliyulloh agung, saya datang ke sini jauh jauh dari langit, dengan tujuan tiada lain sekedar untuk menyampaikan salam hormat dan amanat dari bangsa malaikat, bahwa dengan derajatmu saat ini sebagai raja wali sedunia, Allah SWT telah memberikan wahyu kepadaku, yang menyatakan, bahwa Allah sangat menyayangimu seperti halnya pada diri Rasulullah SAW. Kini hatimu telah dibersihkan dan segala amalmu telah menjadi bagian surgaNya. Apapun yang kau lakukan Allah SWT akan tetap meridhoimu.”

Mendengar perkataan itu, Syekh lalu menukah, “Wahai iblis yang dilaknat oleh Allah, menyingkirlah dari hadapanku sebelum aku sendiri akan menyiksamu!”

Meski sang tamu sama sekali tidak menyakitinya apalagi sampai berkata kasar, namun inilah kelebihan dari Syekh Abdul Qodir dalam menyikapi pemahaman ilmu bersifat sirri atau rahasia.Diakhir kalimat yang diucapkannya, sang tamu menyatakan, “apapun yang kau lakukan Allah SWT akan tetap meridhoimu.” Hal ini jelas sangat menyimpang dalam ajaran Islam, sebab seolah-olah Syekh Abdul Qodir Al Jaelani ini boleh melakukan apapun yang dikehendakinya walau yang diharamkan sekalipun.

Belajar dari kisah tersebut, maka sudah sepatutnya kita selaku awam menegaskan dalam sanubari kita, bahwa pada dasarnya kita sebagai umat manusia yang ingin tetap berpegang pada pedoman akidah dan agama Islam, tiada lain kita harus terus mempelajari segala ilmu dan makna ibadah. Mengapa? Sebab hanya dengan semua ini kunci dari semua arti hidup dunia akherat akan kita pahami dengan sepenuhnya.

Lantas, bagaimana jika kita mendapatkan suatu alamah baik dari mimpi, dan agar kita bisa paham mana mimpi yang salah dan mana yang benar?

Sesungguhnya asal usul mimpi adalah bagian dari “Ziadatuttaqwa” atau hal yang dapat menambah arti ketakwaan kepada Allah SWT, baik mimpi itu yang bersifat benar maupun yang menyesatkan. Seperti contoh, apabila di sela tidur kita bermimpi baik, maka langkah yang harus kita perbuat adalah wajib menambah rasa syukur kepada Allah SWT.

Demikian sebaliknya. Bila kita mendapatkan mimpi buruk, maka langkah kita pun harus disesuaikan, yaitu memohon terus menerus kepada Allah, untuk selalu dijauhi dari segala marabahaya dan cobaan yang memberatkan.

Sementara, untuk mimpi yang mempunyai amanat gaib atau dapat diartikan sebagai ilham, semisal mimpi diberikan amanat beragam mustika, titel, nama besar, harta karun dan lain sebagainya, mimpi semacam ini jawabanya terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Apabila setelah bangun, apa yang dimimpikan tadi tidak nyata atau tidak ada wujudnya, maka wajib jangan dipercaya.
2. Apabila setelah bangun ternyata benda yang dimimpikan tadi berwujud nyata, maka hal semacam ini mempunyai dua jawaban yang harus ditelaah secara matang, yakni:

- Dengan tolak ukur
Pemahaman disini berkaitan dengan intropeksi diri, seperti sudahkah tirakat kita sepadan dengan apa yang dimimpikan tadi, sehingga mimpi tersebut menjadi nyata, ataukah hanya sekedar permainan jin kafir yang akan menjadikan hati kita berubah dari keyakinan dan keimanan kita.

- Dengan pengimbangan rasa
Bahwa segala sesuatu yang wujud maupun tak kasat mata, pada intinya hanya sekedar wasilah yang pada akhirnaya akan dikembalikan lagi kepada Allah SWT. Nah,cara seperti ini yang dianggap paling benar menurut ahli sufi.
Sedangkan versi lain tentang pemahaman menyibak arti mimpi sebagai sebuah bentuk “amanat gaib”, khususnya ahli fikih banyak yang mengikuti tata cara yang diambil dari riwayat Nabiyulloh Ibrahim AS, yaitu disaat beliau mendapatkan mimpi yang menyuruhnya untuk menyembelih anaknya, Nabiyullah Ismail AS.

Pertama kali mimpi itu datang, Ibrahim tidak langsung mempercainya, karena menurutnya hal semacam ini sangat melanggar hukum agama dan hukum qisos. Namun, setelah beliau menerima mimpi yang sama sampai tiga kali berturut-turut, maka Ibrahim pun langsung berujar dengan nada yang sangat tegas, “Wahai Dzat yang menciptakan, sesungguhnya mimpiku bukanlah sekedar kembang tidur, tapi mimpiku ini adalah wahyu-Mu yang kau turunkan langsung untuk diriku. Sungguh aku kan patuh menjalankan segala peritahmu, karena tiada satupun dari hambaMu yang mampu menciptakan mimpi yang sama sebanyak tiga kali berturut turut, kecuali hanya diriMu sebagai Dzat Pencipta Alam Semesta”.

Al hasil, Allah SWE yang sebenarnya hanya menguji keimanan dari hamba pilihanNya ini membawa suatu pelajaran yang sangat berharga bagi seluruh umat manusia dan wajib kita jadikan pedoman sebagai dasar hidup yang benar. Bahwa, segala bentuk mimpi, apalagi yang biri pesan tentang kegaiban, akan menjadi nyata dan boleh kita percayai, apabila mimpi ini selalu berulang sebanyak tiga kali dengan alur kisah yang sama.

Karena itulah, bila kita bermimpi cuma sekali, baik yang bersifat amanat maupun yang lainnya, maka jangan sesekali kita langsung mempercai mimpi tersebut, sebab mimpi seperti ini 90 persen sekedar kembang tidur yang sama sekali tidak mempunyai arti atau kemanfaatan.

Semoga dengan kajian ini akan membawa manfaat, wabil khusus kepada mereka suka dengan takwil mimpi. Semoga kita semua menjadi orang yang senantiasa berhati-hati.

dunia jin

Banyak orang yang ingin menembus alam jin, atau mengundang mereka. Ternyata, untuk mewujudkan impian ini bukanlah pekerjaan mudah. Ada tahapan-tahapan yang harus kita kuasai, sebelum kita memulai ritual memembus alam jin. Seperti apakah itu…?

Budaya hidup yang Hedonis yang menitikberatkan pada kepuasaan materi, pada akhirnya turut menggiring manusia untuk selalu mengedepankan rasionalitas dalam ukuran akal semata. Pemahaman ilmu batin atau keparanormalan menjadi terabaikan, sebab bidang ilmu ini dianggap tidaklah memenuhi ukuran aspek materialistik. Akibatnya, adat leluhur kian terkikis, bahkan cenderung dilupakan. Norma-norma ajaran nenek moyang, misalnya saja ajaran para Wali, sudah mulai pudar dan dianggap usang.
Seiring dengan terjadinya kecenderungan itu para ahli khoarik, pertapa dan ahli batin lainnya mulai sulit dicari. Hal ini memang seiring dengan perkembangan zaman yang lebih terfokus pada hal yang bersifat teknologi, iptek, ata sayen. Sementara aspek-aspek keilmuan di luar itu hanya dianggap takhyul, atau bahkan dongeng isapan jempol.Kendati demikian, sebentuk keyakinan masih tetap saja muncul di hati para pencari ilmu bersifat batiniah. Mereka masih punya rasa percaya diri untuk mencari suatu kemaslahatan tentang ilmu Allah SWT, dalam mengarungi kebesaranNya lewat kehidupan makhluk tak kasat mata.
Hanya saja dalam merilis ilmu supranatural di zaman sekarang memang tak semudah seperti yang kita bayangkan. Walau dalam kenyataannya banyak jasa paranormal yang memberikan layanan khusus seputar ilmu supranatural, namun semuanya lebih terfokus kearah produk jadi atau instan, bukan mengarah ke jalur olah batin yang pada intinyab mengajarkan bagaimana kita bisa dekat dengan mereka, para makhluk yang ada dalam di mensi lain.
Lewat pemahaman ahli Al-Hikmah, sesungguhnya di zaman melinium akhir seperti sekarang ini, amatlah sulit mencapai puncak keberhasilan dalam mengolah batin secara akurat. Mengapa? Sebab di samping kita hidup di era yang penuh akan godaan duniawi yang stiap saat selalu kita lihat dan begitu memikat, di sisi lainnya faktor penghayatan terhadap ilmu juga semakin kurang menunjang. Contoh kasus paling rumit sepeti susahnya mencari guru spiritual. Ditambah lagi sulit mencari tempat-tempat yang sepi dan tenang untuk berkhalwat, sebab kini hampir semua tempat sudah mulai ramai, sehingga ketenangan batin kita mudah terganggu karenanya.
Dalam hal keyakinan, semangat dan penghayatan dalam hal ilmu supranatural di masa kini semakin dangkal, bahkan cenderung dianggap remah. Padahal, inilah salah satu faktor penentu dalam menapaki ilmu bersifat kebatinan, yang pada akhirnya seringkali gagal di tengah jalan.
Sebagai suatu pemahaman, kunci dasar untuk bisa menguasai bermacam sifat supranatural terdiri dari tiga bagian, yaitu: semangat dan keyakinan, guru pembimbing, dan pengontrolan hati.

SEMANGAT DAN KEYAKINAN
Untuk memulai menjadi seorang suprantural, kita dituntut agar terus bersemangat secara alamiah tanpa ada perasaan terbebani maupun keterpaksaan. Makna semangat dan keyakinan ini terbagi menjadi dua hal, yakni yang keluar dari pikiran atau kemudian menjelma menjadi semangat, dan yang keluar dari sifat hati yang kemudian berwujud menjadi keyakinan.
Semangat yang berada dalam pikiran biasanya hanya ada di permukaan atau dzohir saja, dan seterusnya akan menjadi suatu kegagalan, jika hal ini tidak dilandasi dengan adanya keyakinan yang kuat dalam hati sanubari kita. Sebagai contoh, kita disuruh menjalankan puasa dan wiridan selama 7 hari berturut-turut. Jika kita hanya punya semangat tapi tidak punya keyakinan, maka kita akan ragu dan selanjutnya kegagalanlah yang kita hadapi. walnya kita memang bersemangat, namun setelah menjalani dua malam berturut-turut dan kelelahan serta kejenuhan mulai terasa, maka seketika pikiran kita menjadi kacau, rasa capek, malas, takut, lapar dan lain sebagainya akan mudah mempengaruhi organ tubuh kita sehingga niat membatalkan puasa ini akan mudah sekali kita jumpai.
Sedangkan “semangat yang keluar dari sifat hati” atau keyakinan, biasanya akan terus dijaga oleh seorang supranaturalis sejati. Sebab, rasa tanggungjawab untuk sampai mengakhiri masa ritual lebih diutamakan, sehingga hawa pikiran negative bisa ditutup dengan serapat-rapatnya.

GURU PEMBIMBING
Dalam memahami ilmu supranatural, guru pembimbing sangat berperan dalam menentukan suatu keberhasilan ilmu bagi anak didiknya. Disamping sang guru bisa mengarahkan tentang sebuah arti keyakinan, sang guru juga bisa memberi kesemangatan secara akurat sehingga sang murid akan mudah mengikuti jejak atau ajaran-ajarannya.

PENGONTROLAN HATI
Bila seorang supranatural sudah bisa memahami tentang makna semangat, keyakinan dan penghayatan ilmu yang diberikan lewat bimbangan guru spiritualisnya, maka sang supranaturalis tadi tinggal mengolah keyakinannya sendiri dengan terus mengontrol kepekaan hati sehingga apa yang diinginkannya akan mudah tercapai.
Nah, sebagai penghayatan yang lebih luas tentang seputar ilmu supranatural, berikut ini Penulis akan membeberkan rahasia menembus dimensi alam jin. Hanya saja, dalam pembedaranya nanti, penulis akan memaparkan lewat tahapan demi tahapan. Maksudnya tiada lain agar bagi mereka yang suka akan dunia mistik, bisa dengan mudah memahaminya. Seperti apakah tahapannya? Inilah uraian selengkapnya…:
Lewat pemahaman yang disarikan dari kitab Manba’u Usulul Hikmah Bimuallif, karangan Imam Ali Albuny, diterangkan sebagai berikut:
Bahwa setiap manusia yang menginginkan berjumpa atau masuk ke alam bangsa jin, maka dia harus bisa melewati dua alam terlebih dahulu, yaitu: Alamul Ahmar dan Alamul Abdul Jumud.
Di samping hal tersebut, kita juga harus bisa memahami tentang pintu-pintu gaib yang bakal kita tempuh atau kita lalui. Mengapa? Sebab, sedikit saja kita salah jalan, bukan bangsa jin (dalam hal ini yang dimaksud adalah Jin Muslim-Pen) yang bakal kita temui, melainkan bangsa alam lain yang samar-samar dan tak kasat mata. Walhasil, bukan keinginan kita yang akan tercapai, melaikan kefatalan dan tipu muslihat dari bangsa gaib yang menyesatkan itu yang akan kita terima.
Mengenai arti alam sendiri, jauh-jauh para ulama sudah menuliskannya di beberapa kitab. Salah satunya seperti pendapat dari Imam Bujeremi, dalam kitabnya “IQNA”. Imam Bujeremi menuliskan beberapa tingkatan alam yang terdiri dari makhluk tak kasat mata, dimulai dari alam manusia, Ahmar, Abdul Jumud, Ahyar, Jin, Azrak, Khoarik, Thurobi, Barri, Adli, Sama’, Majazi, Malaikat, Jabarut, Qolam, dan Arsy.
Nah, dari kehidupan makhluk-makhluk yang berada di alamnya masing-masing, manusia bisa saja menemui atau menembus ke salah satu alam yang diinginkan bila manusia itu sendiri memang sudah cukup ilmu dan pengetahuan untuk menembusnya.
Mari kita kembali ke tahapan menembus dimensi alam jin. Lewat pembedaran yang sama dari kitab “Manba”u Usulul Hikmah”, dijabarkan bahwa siapapun orangnya bisa menembus dimensi alam jin apabila manusia itu sendiri sudah menguasai dua alam sebagai tingkatan alam dibawahnya, yakni alam Ahmar dan alam Abdul Jumud.
Alam Ahmar: Sebuah alam yang dihuni jutaan makhluk tak kasat mata yang menguasai bumi dan lautan. Ahmar juga disebut dengan istilah “Bangsa Lelembut” yang masih keturunan dari bangsa manusia lewat silsilah Anfus, anak dari Nabiyullah Syiet, yang diturunkan lewat zaman sanghiyang. Yang termasuk ke dalam golongan penghuni Alam Ahmar ini adalah: Nyi Roro Kidul, Dewi Lanjar, dan seluruh wadya balanya.
Abdul Jumud: Sebuah alam yang dihuni oleh bangsa makhluk tak kasat mata yang menguasai bumi, batu dan pepohonan. Abdul Jumud disini disebut juga dengan istilah “Dedemit”. Mereka juga masih keturunan bangsa manusia dari zaman Togog. Contohnya seperti: Kuntilanak, Memedi, Perkayang dan lain sejenisnya.
Nah, untuk bisa menguasai kedua alam ini, di setiap akan ritual menembus dimensi alam jin, siapkan sesaji berupa: bunga setaman, melati, mawar dan kelapa hijau. Hal seperti ini ditunjukkan untuk menghormati bangsa Ahmar sebagai wasilah jalannya.
Sedangkan untuk melewati alam bangsa Abdul Jumud disarankan agar membakar madat apel jin di awal mau memulai ritual. Niscaya bangsa Abdul Jumud ini akan paham dan tidak mengganggu prosesi ritual yang kita jalankan.
Untuk membuka pintu alam jin sendiri, salah satu rituanya adalah dengan menaburkan terus kemenyan putih yang sudah dihaluskan secara terus menerus. Hanya saja dalam pengenalan menembus alam jin harus sangat hati-hati. Terutama siapa nama dari jin itu sendiri yang akan kita temui.
Di sisi lain, kita sebagai manusia haruslah tahu, kapan waktunya kita menjalankan ritual, dengan ayat apa kita memanggil, lewat pintu mana kita masuk, dan permohonan apa yang kita inginkan. Sebab bangsa jin tidak seperti bangsa manusia pada umumnya. Mereka selalu memakai aturan dan tatakrama yang penuh akan kedisiplinan. Mereka juga bisa dikatakan sangat temperamental dan mudah tersinggung apabila kita bangsa manusia tidak bisa memahami watak dari sifat mereka.
Sebagai suatu kewaspadaan, bangsa jin disini terbagi menjadi dua golongan, yaitu Abyad dan Aswad (Jin Putih/Muslim dan Jin Hitam/Kafir). Di samping itu bangsa jin terdiri dari empat sifat perilaku, tergantung dari alam yang ditempatinya, yakni: tanah, air, bangunan, dan awang-awang (angkasa).
Dari empat sifat yang menjadi tempat tinggal mereka, semua mempunyai perbedaan dalam menerima kita manusia, baik dari segi pemanggilan, ayat atau amalan yang dibaca, maupun sesaji ritual yang disajikan untuk mereka.
Apabila kita tidak memahami secara mendetil tentang ritual untuk menembus ke alam mereka, golongan bangsa Jin Hitam atau Jin Kafir-lah yang akan berperan untuk menemui kita dengan seribu tipu daya yang menyesatkan. Misalnya saja, kita akan diming-imingi kekayaan, harta karun, bisa menarik pusaka dan lain-lain perkara musykil yang tidak bisa diterima akal.
Intinya, pikiran kita akan terus dicecoki oleh bermacam hayalan yang menggiurkan. Ucapan kita jadi ngelantur, mudah emosi, mudah tersinggung, senang menutup diri dalam kamar, suka melamun dan tidak menerima akan nasehat apapun dari orang lain.
Bukan hanya itu saja, golongan jin hitam atau Jin Kafir juga akan terus menjumpai kita dengan taktik berupa kelembutan, serta berperan dalam kebaikan, seperti halnya figure guru gaib yang benar-benar mau mengajarkan seluruh ilmunya kepada kita. Nah, bila sudah seperti ini jadinya, kita sudah melenceng jauh dari jalan yang sebelumnya kita harapkan. Lebih fatal lagi, kita bisa melenceng dari akidah beragama (Islam)
Sekedar tips, apabila dalam suatu ritual yang kita jalani selama ini, seringkali didatangi makhluk-makhluk dari dimensi lain, maka cobalah perhatikan kedatangan mereka. Apabila makhluk lain alam ini datang menjumpai kita dari arah depan, belakang, samping kanan atau kiri, maka janganlah digubris kedatangannya. Sebab cara kedatangan mereka seperti itu sudah jelas menunjukkan bahwa mereka berasal golongan bangsa jin hitam atau Jin Kafir.
Kitab Manba’u Usulul Hikmah sendiri mengupasnya, “Jangan sesekali Anda percaya akan tipu muslihat dari beragam makhluk gaib yang datang dari arah empat penjuru. Sesungguhnya, hanya satu arah yang mereka lewati sebagai teman kita yang benar, yaitu lewat arah atas.”
Lewat pembedaran salah satu tahapan ini, tentu diharapkan akan bisa menjadi bahan intropeksi kita bersama, bahwa sejatinya tidak ada ilmu yang bersifat instant dimuka bumi ini, kecuali kita sendiri mau berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menguasainya.
Nah, untuk tahap terakhir dalam menembus dimensi alam jin, pelajarilah ayat-ayat,ajian, atau amalan pemanggilan secara matang. Sebab, kesemuanya itu akan menentukan suatu pilihan kita untuk bisa memilih, siapa (maksudnya bangsa jin-Pen) yang akan kita temui kelak.
Sebagai bahan dasar, pelajari arti, naktu, huruf, angka, rujukan dan dari mana sumbernya. Bisa juga lewat rahasia huruf Abajadun. Sebab rahasia huruf, Abajadun, memuat 99 keistimewaan, yang mana salah satunya termasuk dari rahasia alam jin itu sendiri. Seperti contoh, huruf Alif yang mempunyai angka 1. Penjaga dari huruf Alif ini adalah malaikat bernama Tholthobausin, dari bangsa gaibnya bernama Ahmar. Ayat dari Alif sendiri adalah Al-Quddus. Dari bangsa gaib yang bernama Ahmar ini sudah jelas masuk dalam katagori huruf Alif.
Jadi pada intinya, apabila kita ingin menembus alam Ahmar atau alam lelembut, maka perbanyaklah dengan membaca ayat Al-Quddus, untuk bilangan angka 1 yang terdapat dalam huruf Alif. Hal itu menunjukkan nama yang dituju, seperti nama Ibu Ratu Kidul jatuh pada naktu: Ya Adzim. Bila ingin memanggil beliau, gabunglah dua asma’ Ahmar dan dan nama Ibu Ratu: Al-Quddus Ya Adzim…dan

mizanul qubro

Kitab Mizanul Qubro secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia Allah SWT memberikan kapasitas lebih. Seperti apakah kajiannya…?

Lewat pemaparan yang diambil dari kandungan Syahadat Majmal, dengan pendalaman arti yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya asal usul manusia diciptakan dari sifat tanah yang dibentuk sangat sempurna oleh keagungan sifat AF’ALULLOH. Dari kesempurnaan inilah manusia juga diberi kelebihan berbagai macam pengetahuan dan ilmu yang sangat luas. Hal ini terjadi jauh sebelum Allah SWT menciptakan wujud bumi dan jagat raya umumnya, yang diciptakan lewat Nur Muhammad SAW. Jauh sebelumnya, Nur Muhammad SAW sudah diciptakan terlebih dahulu di Alamul Jannah Majazi atau Surga Majazi.Dengan ke-Esaan dan keagungan-Nya, Allah SWT menciptakan manusia dengan segudang kelebihan dan kesempurnaan bentuk yang memadai. Bahkan, jutaan tahun sebelum perintah sholat diwajibkan untuk seluruh umat di dunia, lewat wasilah yang disampaikan oleh utusan terakhir Muhammad SAW, Allah SWT sudah menerapkan arti sholat tersebut ke tubuh manusia di saat bentuk manusia baru diciptakan. Seperti saat menciptakan bentuk daging, Allah SWT menciptakannya dengan “asma takbiratul ikrom” yaitu Allohu Akbar. Demikian juga tatkala membuat bentuk napas Allah SWT menciptakannya dengan “asma ruku” yaitu Subhanarobbiyal ‘Adzimi Wabihamdih. Lalu di saat menciptakan bentuk tulang belulang Allah SWT, juga menciptakannya dengan “asma sujud” yaitu Subhanna robbiyal a’laa wabihamdih. Dan di saat menciptakan bentuk kulit Allah SWT menciptakannya dengan “asma lungguh” yakni Robbigfirli warhamni wajburni warfa’ni warzuqni wahdini wa ‘afini wa’fu ani.
Lewat sebuah kesempurnaan yang dimiliki oleh tubuh manusia, akhirnya Allah SWT memberikan tugas mulia kepada mahluk ciptaan-Nya ini yaitu dengan bersaksi mengucapkan dua kalimah syahadat, berpedoman pada kewajiban sholat, mengikhlaskan harta bendanya untuk tujuan mulia, mengisi badan lewat jalan berpuasa, dan mensucikan diri lewat kebersihan haji.
Dari struktur yang dapat diserap oleh tubuh manusia, Allah SWT juga menciptakan bentuk kekuatan yang menjadi prioritas sifat manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai macam bentuk ilmu.
Nah, dalam bentuk ilmu ini Allah SWT memberikannya suatu sifat Cahaya dan Api, yang ada dalam setiap tubuh manusia. Seperti halnya sifat Cahaya Allah SWT menempatkannya dalam bentuk keyakinan, kekuatan bathin, penghayatan ilmu bersifat Robbani dan Derajat menuju khusnul khotimah.
Sedangkan sifat Api sendiri ditempatkan dalam sifat manusia sebagai semangat hidup yang bermanfaat. Seperti semangat dalam mencari duniawiyah, ilmu yang menjadi landasan hidup, keras dalam disiplin, tegas dalam menegakkan prinsip, luwes dalam menata ilmu dan segala hal bersifat supranatural dan lain sebagainya.
Dalam pengasahan sifat Cahaya dan Api ini manusia pada akhirnya akan bisa membentuk wujud ilmu yang nyata, seperti: ilmu supranatural dan dhaukiyatul ma’arif. Tentunya dengan dibantu semangat yang tinggi, tekad membaja, keyakinan yang memadai dan menjauhkan dari kemalasan.
Kitab Mizanul Qubro secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia Allah SWT memberikan kapasitas lebih, yaitu, dengan memberikan keluasan ilmu pada 6 tingkat yang diambil dari sifat alam, yakni: Gunung, Besi, Api, Air, Angin dan Hawa.

1. Gunung.
Mencerminkan bentuk yang kokoh dari tubuh manusia yang sangat kuat. Dari sifat gunung ini pula manusia dapat menampung segala ilmu dan bisa menahan segala badai, mara bahaya dan azab-azab kecil dari peringatan Allah SWT, serta bisa menjauhkan dari berbagai hal yang tidak diinginkan lewat doa-doa tulus dari hati yang selalu dibawanya sejak lahir hingga tutup usia.
Dari sifat ini juga manusia mulai ditugaskan oleh Allah SWT, untuk mengenal arti ilmu yang bersifat lahiriyah maupun bathiniyah. Terutama dalam keluasan akal dan penghayatan bathin menuju tahkikul ilmi atau wujud dari semua bentuk ilmu, sehingga dengan adanya bentuk tubuh ini apapun bisa diraihnya sebagai suatu keberhasilan hidup yang diinginkan.
Namun dalam kenyataannya, sifat Gunung yang terdapat dalam diri manusia ini belumlah sempurna, sebab sifat gunung sendiri kalah dengan sifat “Besi”.

2. Besi
Mencerminkan bentuk yang keras dari sifat manusia di dalam segala hal, sebab dalam hal pemaparan ilmu pengetahuan alam sendiri jelas ditegaskan, bahwa sifat Besi lebih keras dari sifat yang terdapat dari wujud perbatuan.
Lewat sifat Besi ini, manusia mulai dituntut untuk memegang peranan dalam kedisiplinan dan penataan hidup secara akurat, baik dalam memulai suatu karir atau pembelajaran masalah keilmuan.
Namun dalam pandangan ahli sufi, sifat Besi ini yang terdapat dalam diri manusia adalah perjalanan awal menuju apapun keinginan yang dimaksud untuk bisa tercapai, hanya saja dalam menginginkan sesuatu yang lebih, manusia tidak boleh berhenti hanya di sifat ini, melainkan harus terus menapaki ilmu yang lebih tinggi. Sebab sifat Besi masih kalah dengan sifat Api.

3. Api
Mencerminkan sifat berani yang terdapat dalam diri manusia. Maksud dari sifat Api di sini, adalah pembentukan dari 4 sifat asal yang terdapat dalam struktur watak manusia (nafsu hak, nafsu hayawaniyah, nafsu syaithoniyah, dan nafsu muthmainnah).
Dari keempat nafsu ini manusia dituntut untuk mengendalikan nafsu-nafsu tersebut menuju sifat yang positif. Seperti, membangun badan kita lewat semangat berdzikir, semangat dalam mencari ilmu, semangat dalam memohon dan semangat dalam menorehkan segala bidang, baik yang bersifat riil maupun bersifat bathiniyah.
Sebab asal usul sifat api yang diciptakan oleh, Allah SWT, sebagian besar diarahkan ke sifat semangat sebagai pembakaran diri menuju bentuk kesuksesan di kemudian hari.
Hanya saja dalam merilis kehidupan yang lebih mapan, setiap manusia dituntut untuk terus mencari apa yang menjadi keinginan selanjutnya yang lebih tinggi. Sebab dalam pandangan ahli sufi sendiri menilai sifat ini sebagai tingkat pemula dalam pengenalan ilmu Allah.SWT, menuju derajat yang lebih mulia. Sebab sifat Api masih bisa dikalahkan dengan sifat Air.

4. Air
Mencerminkan sifat kelembutan yang terdapat dalam diri manusia. Sifat ini menurut ahli sufi disebut dengan istilah Thoriqul Qolbi yang berarti “penataan hati”.
Bila seseorang telah mencapai sifat ini, niscaya apapun bentuk ilmu akan bisa diwujudkan secara nyata. Karena sifat Air bisa menyatu di manapun dia ditempatkan, baik di tanah, bebatuan, pohon, langit, dan lain-lainnya. Seperti halnya sifat ilmu yang terserap di tubuh manusia karena keluasan akal dan penghayatan bathin yang tinggi. Sifat Air ini akan mudah menyerap di berbagai bentuk ilmu yang diinginkan, sehingga tanpa sadar, lambat laun diri kita akan menjadi hamba Allah SWT, yang mempunyai banyak kelebihan, terutama dalam hal ilmu bathiniyah. Hanya saja sifat Air ini harus terus diasah hingga sampai menuju sifat ilmu yang lebih tinggi. Karena sifat Air di sini masih kalah dengan sifat yang terdapat dari wujud Angin.

5. Angin
Mencerminkan keluasan ilmu dalam diri manusia secara menyeluruh. Sebab Angin di sini disebut sebagai sifat raja dari semua sifat alam. Seperti halnya kekuasaan seorang raja diraja, sifat Angin ini bisa mengontrol dan mengatur segala sifat alam. Seperti, mampu merobohkan kekuatan gunung, menerbangkan sifat Bumi, membesarkan sifat Api dan menarik sifat Air yang menjadikannya lautan air bah.
Dalam hal sifat ilmu, Angin ini disebut juga dengan sifat ma’rifatillah, dimana sifat ma’rifatillah ini adalah wujud kesempurnaan dari bentuk pemahaman manusia dalam mengolah segala hal bidang ilmu bersifat Robbani yaitu, lewat sebuah pemahaman, kesolehan, kezuhudan, menjauhkan sifat duniawiyah dan hanya difokuskan dalam satu tujuan, yaitu, hanya mengenal kebesaran Allah SWT.
Namun dalam keluasan secara hakiki, sifat seperti ini belum dikatakan sempurna sekali sebab masih ada yang mengalahkannya, yaitu, sifat Hawa.

6. Hawa
Mencerminkan kebersihan hati yang terdapat dalam diri manusia, sifat ikhlas sendiri menurut para sufi disebut sebagai Kamil Baenassama Wal Ardh (kesempurnaan ilmu yang mampu menguasai antara langit dan bumi).
Dalam hal kesempuranan sifat ilmu, sifat Hawa di sini adalah penggabungan seluruh sifat alam yang sudah dikuasai secara lahir dan bathin, sehingga baik dari ucapan, tingkah laku maupun keinginan kita akan terkabul dengan sendirinya seiring kedekatan hati dengan sifatulloh, afalulloh, dzatulloh kian menyatu.
Dengan segala pembedaran sifat alam tadi, pada intinya adalah untuk mengajak manusia hidup, bahwasanya semua ini bisa tercapai, apabila manusia itu sendiri mau berkorban untuk semangat dalam menjalani hidup yang penuh dengan tingkatan demi tingkatan yang harus dilaluinya.
Nah, semoga dengan pemaparan yang Penulis berikan, kita semua menjadi paham dan mau menjalankan apa yang menjadi tuntutan hidup kita sendiri. Amiiin…!

sheikh abdul qadir jailani

Sering kita mendengar tentang nama seorang sufi besar dan ulama besar bernama Syekh Abdul Qodir Jaelani, atau ada yang menyebut Jiilani. Siapakah sebenarnya beliau? Apa yang menjadi pandangan beliau yang jelas tentu tetap berpegang pada junjungan kita Nabi Besar Sayyidina Muhammad SAW…berikut informasi dikumpulkan dari berbagai macam sumber…

Syeikh Abdul Qodir Jaelani (bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani) lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M, sehingga diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliydan.(Biaografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali). Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali.

Masa Muda

Beliau meninggalkan tanah kelahiran, dan merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di Baghdad belajar kepada beberapa orang ulama’ seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Muharrimi. Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama’. Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil-kecilan di daerah yang bernama Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim disana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang yang ada tersebut. Banyak sudah orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau, sehingga sekolah itu tidak muat menampungnya.

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama’ terkenal. Seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Juga Syeikh Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.

Perkataan ulama tentang beliau : Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir, beliau menjawab, ” kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin NubalaXX/442). Beliau adalah seorang ‘alim. Beraqidah Ahlu Sunnah, mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Diantaranya dapat diketahui dari perkataan Imam Ibnu Rajab, ”

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syeikh, baik ‘ulama dan para ahli zuhud. Beliau banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri’ Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir Al Lakh-mi Asy Syath-Nufi. Lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya ). Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh ( dari agama dan akal ), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas. (Seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya.) semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja’far Al Adfwi (Nama lengkapnya ialah Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal Al Adfawi. Seoarang ‘ulama bermadzhab Syafi’i. Dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh Al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452.) telah menyebutkan, bahwa Asy Syath-nufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.). Imam Ibnu Rajab juga berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Beliau membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.”

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, ” Dia (Allah ) di arah atas, berada diatas ‘arsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu.” Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadist-hadist, lalu berkata ” Sepantasnya menetapkan sifat istiwa’ ( Allah berada diatas ‘arsyNya ) tanpa takwil ( menyimpangkan kepada makna lain ). Dan hal itu merupakan istiwa’ dzat Allah diatas arsy.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 515). Ali bin Idris pernah bertanya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, ” Wahai tuanku, apakah Allah memiliki wali (kekasih ) yang tidak berada di atas aqidah ( Imam ) Ahmad bin Hambal?” Maka beliau menjawab, ” Tidak pernah ada dan tidak akan ada.”( At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 516).

Perkataan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani tersebut juga dinukilkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al Istiqamah I/86. Semua itu menunjukkan kelurusan aqidahnya dan penghormatan beliau terhadap manhaj Salaf.

Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”

Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.

Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jailani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah,Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)

Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab.

Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. I

Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah.

Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.

Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.

Awal Kemasyhuran Al-Jaba’I berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga berkata kepadanya, “tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat, dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dan memakai lilin dan obor dan memenuhi tempat tersebut. Kemudian aku dibawa keluar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat disekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali RadhiAllahu anhum.

Kemudian Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasululloh SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, ’anakku, mengapa engkau tidak berbicara ?’. ’Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?’. Beliau berkata, ’buka mulutmu’, lalu beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu aku shalat dzuhur dan duduk dan mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, ’buka mulutmu’. Beliau lalau meniup 6 kali kedalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasululloh SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLloh SAW. Kemudian akku berkata, ’Pikiran, sang penyelam, mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat’”. Beliau kemudian menyitir :

Idan untuk wanita seperti Laila seorang pria dapat membunuh dirinya, dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis

Dalam beberapa manuskrip saya mendapatkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, ‘kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang’. Akupun masuk Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka’. ‘sesungguhnya’ kata suara tersebut ,’mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu’.

‘Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku / keyakinanku’ tanyaku.

‘Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu’ jawab suara itu.

Akupun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Diantaranya adalah tidak ada seorangpun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah. Suatu ketika saat aku berceramah , aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. ‘Apa ini dan ada apa?’tanyaku. ‘Rasululloh SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat’ jawab sebuah suara. Sinar tersebut makin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu aku melihat RasuLulloh SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, ’wahai Abdul Qadir’. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan RasuluLloh SAW , aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Beliau meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. ’mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan RasuluLloh SAW?’ tanyaku kepadanya. ‘sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW‘ jawab beliau.

RasuluLlah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. ‘apa ini ?’ tanyaku. ‘ini’ jawab Rasulullah, ’adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian’. Setelah itu , akupun tercerahkan dan mulai berceramah.

Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan di katakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku ’Engkau tidak akan sabar kepadaku’, maka aku akan berkata kepadamu ‘Engkau tidak akan sabar kepadaku’. Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, maka inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini Ar-Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.” Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas Al-Khidir as lewat, maka akupun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.

Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli berkata,” seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya yaitu :

Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang Sattar (menutup aib) dan Ghaffar (Maha pemaaf).

Dua karakter dari RasuluLlah SAW yaitu penyayang dan lembut

Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.

Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar

Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.

Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.

Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan :

Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.

Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah

Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh Al-Junaid mengajarkan standar Al-Qur’an dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang Syaikh. Apabila ia tidak hapal Al-Qur’an, tidak menulis dan menghapal Hadits, maka dia tidak pantas untuk diikuti.

Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang Syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan Riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemah lembutan dalam mendidik anakknya. Oleh karena itu dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang muuriid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits RasuluLlah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.

Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. Bertanya kepada RasuluLloh SAW, ‘Yaa Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi Nya. RasuluLlah berkata,’Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)’. Kemudian Ali ra. Kembali berkata , ‘Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir’. RasuluLlah berkata,’Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan “Allah” “Allah”. ‘Bagai mana aku berzikir?’. Tanya Ali. RasuluLlah bersabda, ’dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula’. Lalu RasuluLlah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara kjeras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama RasuluLlah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut”.

Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pasda seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada RasulluLlah oleh Mursyidnya saat menghadapi sakaratil maut”.

Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi : Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).

Yaikh abdul qadir jailani

Sering kita mendengar tentang nama seorang sufi besar dan ulama besar bernama Syekh Abdul Qodir Jaelani, atau ada yang menyebut Jiilani. Siapakah sebenarnya beliau? Apa yang menjadi pandangan beliau yang jelas tentu tetap berpegang pada junjungan kita Nabi Besar Sayyidina Muhammad SAW…berikut informasi dikumpulkan dari berbagai macam sumber…

Syeikh Abdul Qodir Jaelani (bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani) lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M, sehingga diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliydan.(Biaografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali). Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali.

Masa Muda

Beliau meninggalkan tanah kelahiran, dan merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di Baghdad belajar kepada beberapa orang ulama’ seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Muharrimi. Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama’. Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil-kecilan di daerah yang bernama Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim disana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang yang ada tersebut. Banyak sudah orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau, sehingga sekolah itu tidak muat menampungnya.

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama’ terkenal. Seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Juga Syeikh Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.

Perkataan ulama tentang beliau : Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir, beliau menjawab, ” kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin NubalaXX/442). Beliau adalah seorang ‘alim. Beraqidah Ahlu Sunnah, mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Diantaranya dapat diketahui dari perkataan Imam Ibnu Rajab, ”

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syeikh, baik ‘ulama dan para ahli zuhud. Beliau banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri’ Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir Al Lakh-mi Asy Syath-Nufi. Lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya ). Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh ( dari agama dan akal ), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas. (Seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya.) semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja’far Al Adfwi (Nama lengkapnya ialah Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal Al Adfawi. Seoarang ‘ulama bermadzhab Syafi’i. Dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh Al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452.) telah menyebutkan, bahwa Asy Syath-nufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.). Imam Ibnu Rajab juga berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Beliau membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.”

Syeikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, ” Dia (Allah ) di arah atas, berada diatas ‘arsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu.” Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadist-hadist, lalu berkata ” Sepantasnya menetapkan sifat istiwa’ ( Allah berada diatas ‘arsyNya ) tanpa takwil ( menyimpangkan kepada makna lain ). Dan hal itu merupakan istiwa’ dzat Allah diatas arsy.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 515). Ali bin Idris pernah bertanya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, ” Wahai tuanku, apakah Allah memiliki wali (kekasih ) yang tidak berada di atas aqidah ( Imam ) Ahmad bin Hambal?” Maka beliau menjawab, ” Tidak pernah ada dan tidak akan ada.”( At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 516).

Perkataan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani tersebut juga dinukilkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al Istiqamah I/86. Semua itu menunjukkan kelurusan aqidahnya dan penghormatan beliau terhadap manhaj Salaf.

Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”

Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.

Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jailani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah,Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)

Inilah tentang beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, tetapi banyak orang yang menyanjung dan membuat kedustaan atas nama beliau. Sedangkan beliau berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab.

Kesimpulannya beliau adalah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka itu adalah suatu kewajaran. Bahkan suatu keharusan. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini merupakan kekeliruan yang fatal. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun. Adapun sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( perantara ) dalam do’a mereka, berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. I

Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah.

Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.

Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.

Awal Kemasyhuran Al-Jaba’I berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga berkata kepadanya, “tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat, dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dan memakai lilin dan obor dan memenuhi tempat tersebut. Kemudian aku dibawa keluar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat disekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali RadhiAllahu anhum.

Kemudian Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasululloh SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, ’anakku, mengapa engkau tidak berbicara ?’. ’Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?’. Beliau berkata, ’buka mulutmu’, lalu beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu aku shalat dzuhur dan duduk dan mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, ’buka mulutmu’. Beliau lalau meniup 6 kali kedalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasululloh SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLloh SAW. Kemudian akku berkata, ’Pikiran, sang penyelam, mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat’”. Beliau kemudian menyitir :

Idan untuk wanita seperti Laila seorang pria dapat membunuh dirinya, dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis

Dalam beberapa manuskrip saya mendapatkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, ‘kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang’. Akupun masuk Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka’. ‘sesungguhnya’ kata suara tersebut ,’mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu’.

‘Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku / keyakinanku’ tanyaku.

‘Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu’ jawab suara itu.

Akupun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Diantaranya adalah tidak ada seorangpun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah. Suatu ketika saat aku berceramah , aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. ‘Apa ini dan ada apa?’tanyaku. ‘Rasululloh SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat’ jawab sebuah suara. Sinar tersebut makin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu aku melihat RasuLulloh SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, ’wahai Abdul Qadir’. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan RasuluLloh SAW , aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Beliau meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. ’mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan RasuluLloh SAW?’ tanyaku kepadanya. ‘sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW‘ jawab beliau.

RasuluLlah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. ‘apa ini ?’ tanyaku. ‘ini’ jawab Rasulullah, ’adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian’. Setelah itu , akupun tercerahkan dan mulai berceramah.

Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan di katakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku ’Engkau tidak akan sabar kepadaku’, maka aku akan berkata kepadamu ‘Engkau tidak akan sabar kepadaku’. Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, maka inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini Ar-Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.” Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas Al-Khidir as lewat, maka akupun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.

Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli berkata,” seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya yaitu :

Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang Sattar (menutup aib) dan Ghaffar (Maha pemaaf).

Dua karakter dari RasuluLlah SAW yaitu penyayang dan lembut

Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.

Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar

Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.

Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.

Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan :

Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.

Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah

Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh Al-Junaid mengajarkan standar Al-Qur’an dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang Syaikh. Apabila ia tidak hapal Al-Qur’an, tidak menulis dan menghapal Hadits, maka dia tidak pantas untuk diikuti.

Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang Syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan Riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemah lembutan dalam mendidik anakknya. Oleh karena itu dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang muuriid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits RasuluLlah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.

Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. Bertanya kepada RasuluLloh SAW, ‘Yaa Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi Nya. RasuluLlah berkata,’Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)’. Kemudian Ali ra. Kembali berkata , ‘Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir’. RasuluLlah berkata,’Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan “Allah” “Allah”. ‘Bagai mana aku berzikir?’. Tanya Ali. RasuluLlah bersabda, ’dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula’. Lalu RasuluLlah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara kjeras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama RasuluLlah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut”.

Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pasda seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada RasulluLlah oleh Mursyidnya saat menghadapi sakaratil maut”.

Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi : Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).